Antisipasi Ancaman Radikalisme dan Terorisme, FDI Adakan Kajian Islam Wasathiyyah
Antisipasi Ancaman Radikalisme dan Terorisme, FDI Adakan Kajian Islam Wasathiyyah
Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) pada Selasa (20/10), menggelar PBAK berkelanjutan dengan kajian khusus untuk Mahasiswa Baru Angkatan Tahun 2020. Acara yang bertemakan “Islam Wasathiyyah dan Ancaman Radikalime-Terorisme” diselenggarakan secara virtual via Zoom yang menghadirkan Narasumber yaitu: Pertama Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Fakultas Dirasat Islamiyah dan Tim Ahli BNPT). Kedua, Dr. Chaider S. Bamualim, M.A. (Sekretaris Universitas Islam Internasional Indonesia). Ketiga, Dr. Rida Hesti Ratnasari, M.Si. (Direktur Riset CNRCT). Kajian yang dimoderatori oleh Sholehudin A. Aziz, M.A. (Koordinator Divisi Advokasi dan Kebijakan CSRC). Lagu Indonesia Raya dan Hymne UIN Jakarta mengawali acara tersebut dan dilanjut dengan pembukaan oleh Idris Hemay, M.Si (Direktur CSRC UIN Jakarta). Idris Hemay menegaskan akan bahaya ancaman radikalisme dan terorisme di zaman sekarang, kita selaku orang berpendidikan seharusnya bisa menyikapi hal ini dengan bijak. Jangan hanya berasaskan teks saja (ekstrem kanan) atau hanya berasaskan konteks saja (ekstrem kiri), akan tetapi berasaskan lah pada teks dan konteks (wasathiyyah). Lanjutnya mengingatkan tujuan diadakannya kajian ini agar mahasiswa bisa melakukan kontra radikalisme dan stop radikalisme di masyarakat. Dr. M. Syairozi Dimyathi (Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah) sekaligus keynote speaker memaparkan tentang gambaran Islam Wasathiyyah yang merujuk ke Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah, Ayat 143. Beliau juga memberikan pemahaman bahwasanya Islam itu mengajarkan: Tawassusth dalam kehidupan, ibadah, infaq, bahkan tawassuth didalam makan dan minum. Dr. Rida Hesti, narasumber pertama, memaparkan materi “Mengenal dan Menangkal Ideologi Khilafah Kelompok Ekstrimisme”, beliau mengambil contoh dari gerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang umumnya memakai pandangan ekstrimisme dalam menjalankan sistem organisasi dan menganut sistem khilafiyah. Terangnya memberikan tips untuk menangkal gerakan seperti ini, diantaranya: mengarusutamakan Islam wasathiyyah di lingkungan mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Narasumber kedua, Dr. Syarif Hidayatullah, memaparkan materi “Suara-suara Radikal-Teroris dari Balik Jeruji Besi dan Pengarusutamaan Islam Wasathiyyah”, beliau menjelaskan beberapa poin yakni, Thagut (melampaui batas), Jihad, Hijrah, Islam Kaffah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan berhukum kepada selain Allah. Dari beberapa poin itu, Dr. Syarif menjelaskan menurut pemahaman orang-orang radikal dan terorisme, sekaligus menjelaskan makna poin tersebut menurut pemahaman Islam washatiyyah. Narasumber ketiga, Dr. Chaider, memaparkan materi “Islam Wasathiyyah dan Nilai-nilai Kebangsaan”, beliau mengatakan bahwa demokrasi itu sudah Islamic, maka itu harus jadi resorsis bagi kita, harus dijaga. Wasathiyyah harus menjadi worldview bagi kita, bukan hanya pancasila. Diakhir acara, salah seorang mahasiswa FDI bertanya kepada narasumber tentang Islam wasathiyyah yang sulit diterima oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat dibanding dengan radikalisme atau terorisme. Dari pertanyaan tersebut, salah satu narasumber menanggapi pertanyaan tersebut dengan penjelasan “diterima tidaknya suatu pemahaman ditentukan oleh 3 hal: kekuatan narasi itu sendiri, pengembangannya, dan atmosfernya” ungkap Rida Hesti. (Tim Jurnalis FDI: Zulkifli Harahap).