Difa dan Afdal Sukses Mengikuti Program IYTEP 2018 di Thailand
Difa dan Afdal Sukses Mengikuti Program IYTEP 2018 di Thailand
Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendelegasikan dua orang mahasiswanya untuk mengikuti event Indonesian Youth Teacher Exchange Program (IYTEP) II 2018. IYTEP merupakan kegiatan pertukaran guru muda skala Internasional yang diselenggarakan di dua negara sekaligus, Malaysia dan Thailand. Event Internasional ini diselenggarakan oleh lembaga Language Lovers Community (L2C) yang bekerjasama dengan Persatuan Alumni Indonesia di Thailand (PERSAIT) dan Pricess of Naradhiwas University. IYTEP II 2018 berlangsung selama 25 hari, sejak tanggal 16 Juli hingga 9 Agustus 2018. Ada 41 peserta yang mengikuti kegiatan IYTEP II 2018, peserta tersebut merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta dan dua diantaranya merupakan mahasiswa S1 FDI UIN Jakarta yaitu Muhammad Difa El Haq (semester 5) dan Afdal Zikri (semester 7). Dalam event tersebut para peserta diberikan tugas untuk dapat mengajarkan beberapa materi di sekolah-sekolah yang tersebar di Thailand Selatan, pada sekolah-sekolah yang terdapat di 4 provinsi; Narathiwat, Pattani, Yala dan Songkhla. Pembagian sekolah telah diatur oleh panitia dari PERSAIT yang membagi 41 peserta ke dalam beberapa kelompok. Jumlah anggota satu kelompoknya beragam, ada yang beranggotakan 5 orang, ada yang 4 orang, ada yang 3 orang, bahkan ada yang hanya 1 orang. Kelompok-kelompok tersebut kemudian disebar di sekolah maupun Ma’had Islamiyah yang telah ditentukan oleh PERSAIT. Materi ajarnya terfokus pada tiga materi utama yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan keilmuan Agama Islam. Ada pula beberapa peserta yang mengajar pelajaran-pelajaran umum seperti berhitung angka, Matematika, Ilmu Sejarah dll. Para peserta IYTEP dituntut untuk dapat membawakan materi ajar dengan baik dan dapat dimengerti oleh peseta didik. Kendala berkomunikasi merupkan kendala terbesar yang dijumpai oleh hampir seluruh peserta IYTEP. Kebanyakan peserta didik di sekolah-sekolah tidak mengerti Bahasa Inggris apalagi Bahasa Arab. Meskipun mereka mengerti percakapan dengan Bahasa Melayu, namun Melayu yang mereka pakai sangatlah berbeda dengan rumpun Melayu kebanyakan, sehingga percakapan dengan bahasa baku Indonesia saja, masih sukar mereka pahami, terlebih bagi peserta didik yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka lebih sering menggunakan bahasa Siam yang merupakan bahasa resmi negara Thailand dalam setiap kegiatan sekolah. Kedua delegasi FDI pada event IYTEP II 2018 mengikuti kegiatan ini dengan sungguh-sungguh. Terbukti, Muhammad Difa El Haq terpilih sebagai Best Religious Teacher. Ia ditugaskan untuk mengajar di sekolah kerajaan Thailand, yaitu Ban Padahan School, provinsi Yala yang setara dengan jenjang SD di Indonesia. Difa lebih banyak menghabiskan waktu untuk terjun ke masyarakat, menjadi imam masjid, mengikuti ajang pawai karnaval kerajaan bahkan hingga acara pertemuan dengan pemimpin wilayah Raman, Yala. Kalau di Indonesia setara dengan Bupati. Kesibukan mengajar formal di sekolah kerajaan Thailand hanya berlangsung dari pukul 08.00 pagi sampai pukul setengah empat sore waktu setempat. Sekolah kerajaan memiliki hari aktif yang sama seperti di Indonesia, yaitu dari hari Senin sampai hari Jum’at. Sedangkan Afdal mendapatkan kesempatan untuk mengajar di Sri Kabang Wittaya School yang terletak di provinsi yang sama, Yala, Thailand. Tempat mengajar yang berbeda memberikan pengalaman yang berbeda pula. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Afdal yang harus mengajar anak-anak usia PAUD yang masih minim kosa-kata bahasa Melayu. Al-hasil, semua serba isyarat. Selain di Sri Kabang Wittaya School, Afdal juga diminta “babo” sekolahnya  – sebutan bagi tetua sekolah, memiliki kedalaman ilmu dan dituakan oleh masyarakat – untuk mengajar di Tadika Nurul Ihsan dan menjadi bagian dari Dewan Kemakmuran Masjid di salah satu masjid wilayahnya. Kegiatan pertukaran guru muda ini banyak membawa manfaat bagi delegasi FDI. Terlebih dalam hal pengembangan Bahasa Arab dan keilmuan Agama Islam. Delegasi FDI bisa mengaplikasikan hal-hal yang telah diperoleh di fakultas sebagai materi ajar di negara Thailand dan menerapkan Bahasa Arab sebagai bahasa International untuk berkomunikasi dengan orang lain dari negara yang berbeda. Sewaktu di Malaysia, para peserta diminta untuk berkomunikasi dengan para turis dengan menggunakan dua bahasa; Inggris dan Arab. Dua delegasi FDI menggunakan kesempatan ini dengan baik. Sebagian besar peserta IYTEP tidak mahir berbahasa Arab, sehingga jika lawan bicaranya orang Arab, mereka mengandalkan delegasi FDI untuk maju sebagai perantara bicara yang mampu berkomunikasi dan menerjemahkan percakapan ke peserta IYTEP lainnya. FDI telah menunjukkan identitasnya di kancah Internasional. (Laporan: Muhammad Difa El Haq), (as).