Serupa tapi tak sama, itulah kata-kata yang dapat mencerminkan dua fakultas ini yang lataknya berada pada dua negara yang berbeda. Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dan Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia. Meski dari penamaan keduanya memang sama, namun tidak bisa memungkiri pula dengan adanya sebuah perbedaan.

Perbedaan bisa terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi dari bebagai sisi pada masing-masing negara tersebut, seperti perbedaan aturan universitas, Kementrian Pendidikan, faktor lingkungan serta aturan dari fakultas itu sendiri.

1. Aspek Sejarah

Menilik sejarah dibalik berdirinya Fakultas Dirasat Islamiyah, maka perlu diketahui pula sejarah penting universitas tempat fakultas tersebut berasal, yakni Universitas Al-Azhar Mesir.

Fakultas Dirasat Islamiyah Al-Azhar Kairo

Al-Azhar dulunya merupakan sebuah masjid atau jami’ yang didirikan pada tahun 970 M oleh Dinasti Fathimiyah. Masjid yang dinamakan Jami’ah al-Qahirah (Masjid Kairo) ini kemudian dirubah menjadi Al-Azhar yang diambil dari nama Fathimah Az-Zahra putri Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam. Dibawah kepemimpinan Al-Aziz Masjid Al-Azhar mulai difungsikan sebagai tempat pengajaran Agama Islam seperti tafsir Alquran atau darul hikam. Para ulama dahulu seperti Imam Syuyuti, Ibnu Hajar Al-Atsqolani dan para ulama besar mereka menimba ilmu di tiang-tiang masjid atau disebut dengan talaqqi yang kegiatan ini masih dilakukaan hingga saat ini. Mereka mempelajari berbagai ilmu keagamaan seperti Nahwu, Shorof, Tauhid, Hadist, ushul fiqih serta disiplin ilmu lainnya.

Semakin perkembangnya zaman dan modernisasi pembelajaran, pada tahun 1930 M barulah Al-Azhar berubah menjadi Universitas. Universitas Al-azhar kemudian menerbitkan jurnal-jurnal ilmiyah dan beberapa disiplin ilmu baru kedalam kurikulumnya. Dan pada tahun 1950 Universitas Al-Azhar hanya memilki tiga fakultas yaitu Fakultas Ushuluddin, Syariah dan Bahasa Arab.sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1960 Al-Azhar mulai membuka fakultas umum seperti kedokteran, pertanian dll.

Setelah reformasi Al-Azhar yakni pada tahun 1965 berdirilah al-qismu aliddirasatil islamiyah wal arabiyah dengan konsep pembelajaran masjid Al-Azhar yang mengampu semua disiplin ilmu. Lembaga ini mengalami beberapa kali perubahan yang akhirnya pada tahun 1976 menjadi Kuliyyah Dirasat Islamiyah Wal Arabiyah lil Banin bil Qahiroh. Inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya FDI di Indonesia

Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebelumnya dikenal dengan Progam Khusus Al-azhar. Progam ini merupakan implementasi dari kesepakatan kerjasama bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang ditandatangani pada tanggal 17 September 1999 di Jakarta oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra dan Rektor Universitas Al-Azhar Kairo Prof.Dr Ahmad Omar Hasyim yang kemudian direvisi pada pada 29 Maret 2002. Adapun tujuan dari FDI sendiri adalah menciptakan suasana kurikulum mesir di Indonesia.

Pada kuliah pertamanya, Program Khusus Al-Azhar ini diikuti oleh 40 mahasiswa dari program khusus di berbagai fakultas UIN seperti Ushuluddin, Syari’ah, Adab, dan Dakwah yang bertempat di gedung Program Pascasarjana. Pada tahun 2001, status Program Khusus Al-Azhar ini diubah mejadi fakultas keenam dalam lingkungan UIN dengan nama Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) dengan Dr. Masri Elmahsyar sebagai ketua dekan. Dua tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2003 strutur FDI dilengkapi dengan tiga pembantu Dekan (Pudek), diantaranya Pudek Bidang Akademik, Pudek Bidang Kemahasiswaan, dan Pudek Bidang Administrasi Umum.

2. Kurikulum Pendidikan

Dari segi kurikulum, baik Fakultas Dirasat Islamiyah di UIN dan Kairo tidak jauh berbeda. Keduanya sama-sama menggunakan bahasa arab sebagai bahasa pengantar perkuliahan juga berbasis Tahfidz alquran. Perbedaannya terbilang dari kuantitas bahasa yang harus lebih banyak dipahami. Bila di Indonesia mahasiswa harus mengerti dengan bahasa arab secara fushah, lain halnya dengan Dirasat Islamiyah Kairo di mana tidak semua dosen menggunakan bahasa arab fushah melainkan beberapa menggunakan bahasa Amiyah atau bahasa sehari-hari yang berbeda jauh dengan aturan bahasa fushah.

Selain itu FDI UIN menggunakan kurikulum Satuan Kredit Semester (SKS) sebagaimana yang dipakai oleh kebanyakan universitas di dunia termasuk Indonesia. FDI sendiri memiliki 150 SKS dengan 74 mata kuliah yang harus diselesaikan. Sedangkan FDI Al-azhar tidak menggunakan sistem SKS ini.

3. Sistem Pembelajaran dan Bahan Ajar

Perbedaan selanjutnya terletak pada sistem pembelajaran yang direalisasikan pada kedua fakultas ini. Hampir di seluruh universitas atau perguruan tinggi Indonesia begitu pula dengan fakultas Dirasat Islamiyah sistem pembelajaran yang digunakan adalah sistem pebelajaran modern, yaitu mahasiswa perperan aktif melakukan pemaparan materi di depan kelas yang disebut presentasi namun tetap di dampingi oleh dosen pengajar. Berbeda dengan Indonesia, Universitas Al-Azhar menggunakan sistem pembelajaran klasik, dimana dosen menyampaikan materi secara utuh dan para mahasiswa mendengarkan atau mencatatnya.

Berkenaan dengan diktat perkuliahan, materi, dan buku ajar, fakultas Dirasat Islamiyah Kairo juga seluruh Fakultas Islam disana menggunakan muqorror (buku ajar) yang yang ditulis oleh para dosen Al-Azhar sendiri dengan mengacu kepada kitab-kitab turast ulama terdahulu. Muqorror inipun juga digunakan FDI UIN sebagai buku ajar perkuliahan.

4. Absensi atau Kehadiran

Berbicara mengenai kehadiran atau absen yang digunakan untuk mengetahui jumlah mahasiswa yang hadir pada saat kuliah berlangsung, tentu saja hal tersebut mejadi sesuatu yang lumrah, karena jika tidak ada absen dipastikan mahasiswa yang datang sedikit atau tidak ada sama sekali. Tapi hal tersebut tidak menjadi suatu kewajiban yang berlaku bagi Universitas Al-Azhar, meskipun dua tahun yang lalu Fakutas Dirasat Islamiyah Al-Azhar masih menggunakan sistem absen ini. Alasannya, karena Al-Azhar mendidik seorang pencari ilmu untuk mencari bukan untuk dicari, menunggu bukan untuk ditunggu dan mengambil bukan untuk diambil. Selain itu bila ditetapkan adanya absen dengan kuantitas mahasiswa berasal dari berbagai negara akan membuat kelas tidak cukup. Oleh karenanya dengan tidak ada absen, mahasiswa yang tidak cukup masuk kelas bisa belajar pada setiap sudut-sudut masjid yang terdapat halaqah-halaqah ilmu. Di sana diajarkan berbagai macam bidang ilmu yang tidak didapatkan di bangku kuliah terlebih ilmu turast (klasik).

5. Mahasiswa

Perbedaan ini merupakan salah satu pembahasan yang seringkali dipertanyakan oleh beberapa orang yang tidak tahu dengan kebenaran atau fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan. Apakah Fakultas Dirasa Islamiyah Al-Azhar diperuntukan hanya untuk laki-laki saja? Bila yang dimaksud adalah Dirasat Islamiyah dengan keumuman semua mata kuliah yang dipejari, maka jawabannya adalah benar. Hanya ada fakultas Dirasat Islamiyah yaitu lil banin yang diperuntukkan untuk laki-laki. Berbeda dengan Dirasat Islamiyah yang berada di UIN Jakarta, yang menerima mahasiswa baik perempuan atau laki-laki.

Sebenarnya, perempuan yang berkuliah di Al-Azhar adalah mahasiwa dari Dirasat Islamiyah lil banat tetapi sedari awal semester mereka telah memilih untuk mengambil antara Ushuluddin, Syari’ah, dan Bahasa. Maka bisa dibilang tidak ada Dirasat Islamiyah lin banat yang mempelajari keislaman secara umum dari awal masuk hingga sampai semester akhir.

6. Penjurusan dan Tugas Akhir

Bisa dikatakan kedua fakultas ini mempelajari seluruh cakupan kajian keislaman seperti Tafsir, Tauhid, Mantiq, Nahwu, Fikih dan sebagainya. Bila Fakultas Dirasat Islamiyah Wal Arabiyah Al-Azhar Kairo tidak ada penjurusan pada bidang tertentu hingga masa studi berakhir, lain halnya dengan Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah UIN Syarif Hidayatullah. Pada semester tujuh mahasiswa diarahkan pada tiga penjurusan yaitu Ushuluddin, Syariah, dan Bahasa yang nantinya pada tugas akhir skripsi mengambil judul yang berkenaan dengan pembahasan dari jurusan yang dipilih. Inilah yang menjadi syarat kelulusan di FDI UIN. Sedangkan FDI Kairo tidak ada skripsi dan hanya menggunakan sistem ujian setiap tahunnya.

7. Penamaan Gelar

Kenapa gelar mahasiswa fakultas Dirasat Islamiyah Indonesia tidak sama dengan fakultas Dirasat Islamiyah Al-Azhar Kairo dengan gelar Lc, padahal dari sistem perkuliahan dan mata kuliah keduanya bisa dibilang serupa? Karena fakultas Dirasat Iskamiyah UIN berada dibawah pengawasan kementerian pendidikan Indonesia, maka aturan yang digunakan dalam penulisan gelar harus mengikuti apa yang sudah di sepakati. Sebagaimana Keputusan Pendidikan Nasional RI No. 178/U/2001 tentang Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi yang terdapat pada BAB III Pasal 5, dengan menggunakan huruf S untuk sarjana M untuk Magister.

Intinya setiap negara punya aturan dalam pemberian gelar baik Sarjana, Magister, ataupun Doktor. Dan jika suatu lembaga pendidikan berada dibawah pengawan lembaga negara tersebut harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. (Tim Jurnalis FDI: Syahri Elistiani G & Minkhatul Maula Sofa).