Ujian Akhir Semester (UAS) adalah waktu yang ditunggu-tunggu mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Datangnya masa ujian ini menjadi hal yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Dari sisi menyenangkan tentu saja para mahasiswa ingin segera melepas penat untuk segera refreshing dari dunia perkuliahan yang biasanya dibebani dengan tugas-tugas. Sedangkan dari sisi menegangkannya mahasiswa harus bersiap-siap menghadapi soal-soal UAS yang misterius dengan sistem berbeda dari setiap dosen.

Di tahun 2020 ini, UAS FDI UIN Syarif Hidayatullah diadakan dalam jaringan (daring) melalui aplikasi Zoom, WhatsApp, Google Classroom, dan aplikasi edukasi lainnya. Kebijakan ini mengacu pada hasil keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyatakan bahwa UAS diadakan secara daring pada tanggal 7 – 22 Desember 2020 untuk mengantisipasi adanya penularan virus Covid-19 di lingkungan kampus.

UAS 2020/2021 Semester Ganjil kali ini memberikan kesan positif dan negatif, khususnya bagi mahasiswa baru FDI yang pertama kali merasakan UAS secara daring. Mereka merasa sedikit kecewa dan sedih karena satu semester kali ini dilakukan secara daring dan belum pernah berkumapul secara langsung.

Mahasiswa yang berasal dari daerah pelosok juga mengaku mengalami berbagai kendala pada pelaksanaan UAS seperti sinyal, gagap teknologi/kurangnya pengetahuan tentang mengakses teknologi, dan lainnya. Nisa Mei salah satuya, mahasiswi ini mengalami kesulitan ketika mengunggah jawaban UAS Ulumul Hadist di situs Academic Information System (AIS). Ia harus keluar rumah dan berteduh di bawah pohon untuk mencari sinyal untuk mengunggah jawabannya. Selain Nisa, Ika Nurmaliah, mahasiswi baru dari Riau juga mengaku mengalami kesulitan sinyal dalam UAS daring ini. Ia harus menempuh jarak satu jam perjalanan menuju rumah bibinya dan menginap di sana selama ujian berlangsung demi kelancaran sinyal mengikuti UAS.

Dzaki Kusumaningsatrio, mahasiswa baru FDI sekaligus alumni Madrasah Muallimin Yogyakarta menyuarakan pendapatnya tentang UAS. Ia mengatakan bahwa UAS adalah “Ujian janji dan komitmen diri”. Lalu ia memaparkan kalimat ini dengan membagi dua kriteria mahasiswa dalam melaksanakan ujian. Pertama, ada yang menganggapnya secara tekstual. Mahasiswa tipe ini, menganggap bahwa ujian adalah sarana pengujian diri akan seberapa patuhnya diri pada situasi. Kedua, ada yang menganggapnya secara kontekstual. Pembagian mahasiswa dalam kasus ini ada banyak ragamnya:

  1. Mahasiswa yang menganggap UAS sebagai ajang menunjukkan kemampuan diri. Dia tak peduli aturannya. Apapun aturannya, nilai tinggi adalah prioritas utamanya
  2. Mahasiswa yang menganggap UAS sebagai sarana ujian kecerdasan siasat. Artinya, dia lebih banyak mengamati dinamika kampus, mulai dari mewawancarai kating dan bertanya pada dosen, agar ia tau kapan masanya dia harus belajar berlarut malam dan kapan tidak.
  3. Mahasiswa yang menganggap UAS sebagai sarana adaptasi. Artinya, dia mengikuti ritme yang ada, menunggu intruksi dan tak takut apabila ia salah. Artinya, rasa nyaman adalah priorotasnya, bukan soal nilai dan sebagainya.
  4. Mahasiswa yang menganggap UAS sebagai sarana pembentuk relasi. Artinya, kerjasama dan membangun komunikasi adalah hal yang paling didambakannya. Biasanya mereka adalah yang sering mengadakan belajar bersama, menomorsatukan kerjasama dan menomorduakan nilai.
  5. Mahasiswa yang mencari-cari perhatian. Mereka adalah mahasiswa yang aktif dalam segala hal, akademik maupun organisasi, tetapi tujuannya hanya untuk mendapat pujian.

Komaruddin, ketua kelas 1A FDI ikut menanggapi pelaksanaan UAS daring semester ganjil ini. Ia mengatakan, “UAS online itu fleksibel, dalam artian kita bisa mengerjakan soal dimana saja dan juga tidak perlu mandi dan lain-lain. Kekurangannya adalah kurang pengawasannya dosen dalam mengawasi UAS online ini, karna sulitnya keadaan. Jika dibilang apakah merasa maksimal atau tidak dalam menjalankan UAS kali ini, maka saya belum merasa maksimal dan masih banyak lagi yang harus diperbaiki. Intinya sih jangan merasa sudah maksimal apalagi puas, supaya tidak terlena kalau kita ini perlu banyak perbaikan agar menjadi lebih baik lagi dan yang terpenting lakukan yang terbaik.” ujarnya.

Selanjutnya, Barrul Waliday Maissy Absyari, mahasiswa baru asal Madura juga ikut memberi tanggapan mengenai keuntungan dan kekurangan UAS daring. Ia mengatakan, “Aku mempunyai waktu yang luas sekali untuk menyiapkan materi UAS. Jika aku malas, aku biasa mengajak temen-temenku untuk membahas materi. Sedagkan kekurangan UAS online yaitu susah fokus karna terlalu banyak waktu luangnya sehingga aku menganggap mudah,” ungkapnya.

Begitulah ungkapan dan cerita beberapa mahasiswa baru FDI tentang UAS daring. Lalu, bagaimana pendapat teman-teman tentang UAS daring ini? Apakah banyak baiknya atau buruknya?.

(Tim Jurnalis FDI: Indrie Apriyani dan Achmad Faiq).