Maulid Nabi, Kontekstualisasi Shiddiq-Amanah, dan Hilangnya Keteladanan
Maulid Nabi, Kontekstualisasi Shiddiq-Amanah, dan Hilangnya Keteladanan

Dr. Usman Syihab, MA

Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah

 

Jumat pekan ini, dalam kalender Islam, kita pada 12 Rabiul Awwal 1447 H , yang merupakan tanggal lahir atau maulid Nabi kita Muhammad SAW. Kita memperingati maulid Nabi kita Muhammad SAW dengan tujuan, antara lain untuk dapat meneladani sifat-sifat dan akhlak mulia baginda Rasulullah SAW. 

Akhlak atau budi pekerti mulia adalah unsur penting dalam kehidupan kita secara individu, dalam bermasyarakat, bahkan dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu baginda Rasulullah SAW menyatakan, “Sesungguhnya aku diutus (dengan misi) untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR Al-Baihaqi).

Sebagaimana beliau juga menilai bahwa “Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka.” (HR Al-Tirmidzi). Allah SWT yang mengutus baginda Rasulullah dengan misi tersebut juga telah bersaksi “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS Al-Qalam [68]: 4).

Di antara akhlak mulia yang sudah menjadi sifat Rasulullah SAW yang sangat penting dan harus menjadi penutan kita adalah sifat shiddiq dan amanah.

Sifat shiddiq Rasulullah SAW

Kata shiddiq berarti benar atau jujur. Kata ini merujuk kepada ketulusan hati dan konsistensi dalam berkata dan berbuat yang benar dan jujur. Rasulullah SAW adalah orang yang shiddiq, artinya yang selalu benar dan jujur, dan selaras antara ucapan dan perbuatan.

Rasulullah SAW selalu berkata benar dan tidak pernah berkata bohong sekalipun saat bercanda. Baginda mengatakan, “Sesungguhnya, aku juga bercanda dan aku tidak berkata kecuali yang benar.” (HR Al-Tirmidzi).

Abu Jahal sebagai musuh Nabi kita Muhammad SAW juga mengakui bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berbohong, “Kami tidak menganggap kamu berbohong..” (Riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA.), demikian kata Abu Jahal kepada Nabi kita Muhammad SAW di suatu hari.

Sebagai seorang yang jujur dan selalu berkata benar dan tidak pernah bohong, baginda Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berkata jujur dan tidak bohong.

Dalam anjuran itu, Rasullah SAW menyatakan, "Sesungguhnya kejujuran/berkata benar akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Jika seseorang selalu berdusta akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta." (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Senada dengan itu Allah SWT juga berfirman yang maksudnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar” (QS al Ahzab [33]: 70).

Sifat amanah Rasulullah SAW 

Kata ‘amanah’ artinya dapat dipercaya, sesuatu yang dipercayakan, juga berarti keamanan atau ketentraman.

Sejak remaja, Nabi Muhammad SAW sudah dikenal dengan sifat amanah. Beliau dipercaya oleh masyarakat Makkah untuk menjaga barang-barang dagangan dan barang berharga mereka.

Beliau mendapat gelar ‘al-amiin’, seorang yang sangat dipercaya dari masyarakat Mekah setelah beliau menunjukkan kebijaksanaan dan keadilan dalam menyelesaikan perselisihan di antara mereka dalam meletakkan Hajar Aswad, saat mereka merenovasi Kabah, di mana semua pihak mengakui keputusannya yang bijaksana dan adil.

Sifat amanah juga terkait erat dengan komitmen. Baginda Rasulullah SAW, berkali-kali diminta kaum Kafir Quraiys untuk meninggalkan tugas dakwah, dengan tawaran kerajaan harta dan wanita, tapi beliu menolaknya, tidak tergiur dengan berbagai tawaran tersebut dan tetap menjalankan amanah menyiarkan risalah Islam.

Sejalan dengan sifat Rasulullah SAW, Allah SWT juga menyuruh umat Islam agar menjalankan amanat dan memberikan keadilan kepada yang berhak dalam firmanNya yang maksudnya:

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil." (QS an-Nisa [4]: 58).

Kebalikan dari amanat adalah khianat. Allah SWT  melarang umat Islam berkhianat atas amanat yang dipercayakan. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (QS al-Anfal [8]: 27).

Demikian juga Rasulullah SAW memberikan peringatan keras bahwa jika amanat dikhianati, hilang atau disia-siakan akan mendatangkan bahaya, Baginda bersabda “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat.” (HR Al-Bukhari).

Meneladani Rasulullah SAW

Bebeberapa hari yang lalu kita menyaksikan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai kelompok masyarakat terhadap beberapa anggota dewan dan pejabat publik kita yang antara lain disebabkan oleh perkataan atau pernyataan yang menyinggung perasaan atau juga pernyataan-pernyataan yang disampaikan tidak dengan kejujuran dan kebenaran.

Rasulullah SAW sudah menyatakan, “Siapa pun yang percaya kepada Allah dan hari Kiamat hendaknya berkata yang baik atau diam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim), yang berdasarkan pernyataan itu menurut para ulama keselamatan seseorang tergantung pada kemampuannya dalam menjaga lisan”, seperti juga kata pepatah bahwa “diam itu kebijaksanaan.”

Untuk memiliki sifat dan akhlak shiddiq menjadi orang yang selalu berkata benar dan jujur, seperti Nabi Muhammad SAW , dalam kehidupan kita sehari-hari kita harus berlatih senantiasa memasang niat yang tulus dan ikhlas.

Setiap ucapan dan perbuatan, meyakini bahwa apa yang kita katakan selalu punya implikasi dan dicatat oleh malaikat, berusaha berkata benar walau dalam kondisi sulit, menghindari berkata bohong walaupun dalam hal kecil karena sekali berbohong akan menuntut kebohongan-kebohongan lain untuk menutupinya yang akhirnya akan ketahuan, dan selalu berusha menepati janji dan komitmen yang telah dibuat, sekecil apapun.

Selain itu, beberapa waktu lalu kita juga menyaksikan, mendengar dan membaca berita tentang maraknya korupsi, dalam jumlah yang besar-besar yang dilakukan oleh beberapa pejabat dan pegawai di beberapa lembaga dan kementerian.

Sikap tidak amanah (khianat) mereka itu telah mengakibatkan timbulnya ‘bahaya’ termasuk demonstrasi yang terjadi beberapa hari lalu atau bahaya-bahaya lainnya yang sudah terjadi atau akan terjadi, sebagaimana peringatan yang diberikan oleh Rasulullah saw. tersebut di atas.

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dipertanyakan tentang hasil kepemimipinan masing-masing...”, demikian penggalan dari sabda Rasulullah saw. yang diriwatkan oleh hampir semua ulama besar perawi hadits.

Hadits ini dan kalimat-kalimat berikutnya, menjelaskan bahwa masing-masing kita adalah pemimpin dalam kapasitas yang berbeda-beda.

Mulai dari Presiden sampai lurah sebagai pemimpin formal pemerintah, juga kita masing-masing sebagai guru atau profesi lainnya, kita sebagai orang tua, bahkan seorang pembantu rumah adalah seorang pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinan masing-masing.

Untuk memiliki sifat dan akhlak amanah, atau menjadi ‘al-amiin’, sebagaimana Rasulullah SAW kita harus memulai setiap pekerjaan dan aktivitas dengan membaca ‘basmalah’ (bismillahirrahmanirrahim) dengan menghadirkan Allah SWT, meyakini bahwa Dia terus mengawasi kita, meningkatkan kesadaran adanya konsekuensi pahala dan dosa pada setiap perbuatan kita, dan selalu mengingat bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan baik di dunia ini mau pun di akhirat kelak.

Sifat shidiq mengharuskan kita jujur, berkata bernar, lurus hati, ikhlas, bijaksana, tulus, selaras dalam perkataan dan perbuatan. Ia melarang kita berbuat berbohong, inkar janji, merekayasa, manipulasi dan lain-lain.

Sifat amanah mengaharuskan kita memiliki integritas, berbuat adil, disiplin, bekerja secara profesional. Ia melarang kita korupsi, suap dan gratifikasi, khianat terhadap jabatan, tidak bertanggungjawab, ingkar janji, menyalahgunakan wewenang, sikap tidak peduli, mengabaikan tugas, dan malas dalam bekerja.

Dengan Maulid Rasulullah SAW tahun 1447 H, mari kita meneladani dengan sungguh-sungguh sifat sidiq dan sifat amanah Rasulullah SAW, karena “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab [33]:21).

 

Artikel ini ditulis oleh dosen Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dirilis melalui republika, 3 September 2025. Artikel dapat diakses di sini.