Peta Jalan (Roadmap) Hidup Seorang Muslim
Dr. Usman Syihab, MA
Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah
Islam meletakkan peta jalan atau roadmap bagi seorang Muslim. Peta jalan ini berupa lima sistem hubungan:
Pertama, hubungan seorang Muslim dengan Tuhannya, al-Khāliq, yang berupa ‘alāqah ‘ubūdiyyah (hubungan penghambaan dan ketundukan total). Hubungan ini mengharuskan dua hal:
-
Semua aktivitas kita sehari-hari harus bernilai penghambaan dan ketundukan yang ikhlas kepada Allah, serta berlandaskan keimanan yang murni, jauh dari kemusyrikan.
-
Keimanan kita kepada Allah harus menjadi landasan dasar, tidak saja untuk aktivitas spiritual, tetapi juga sosial, politik, dan akademik atau keilmuan kita.
Kedua, hubungan Muslim dengan sesama manusia, yang berupa kewajiban menegakkan keadilan dan berbuat kebaikan (‘adlin wa iḥsānin).
Menegakkan keadilan merupakan misi semua rasul yang diutus ke muka bumi ini. Allah juga menggambarkan keadilan sebagai tiang langit. Jika terjadi korupsi atau mark-up dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat akan hancur, sebagaimana langit akan runtuh tanpa keseimbangan (Surah ar-Raḥmān [55]: 7–9).
Sementara al-iḥsān merupakan konsep yang universal dan komprehensif. Ia berkaitan erat dengan “estetika sosial”: kehidupan bermasyarakat yang indah, yang jauh dari kemaksiatan, korupsi, dan semua bentuk pelanggaran norma-norma sosial. Oleh karena itu, Islam tidak hanya memerintahkan kita untuk menabur kebajikan, tetapi juga untuk menyuruh orang lain berbuat kebajikan.
Ketiga, hubungan Muslim dengan alam, dalam bentuk taskhīr atau pemberdayaan dan pemanfaatan alam secara bertanggung jawab. Alam dipahami melalui ilmu pengetahuan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia secara luas.
Kata taskhīr tidak sama dengan eksploitasi, karena eksploitasi manusia terhadap alam telah mengakibatkan berbagai kerusakan, sebagaimana firman Allah:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah timbul berbagai kerusakan dan bala bencana di darat dan di laut, disebabkan oleh perbuatan tangan manusia.” (QS ar-Rūm [30]: 41)
Global warming, banjir bandang, dan tanah longsor adalah akibat dari perbuatan ẓālim dan kufur manusia yang bertindak secara eksploitatif: mengeruk isi bumi tanpa tanggung jawab, menggunduli hutan, membangun tempat tinggal dan pusat perbelanjaan dengan melanggar tata ruang dan lingkungan, menyumbat ruang terbuka dengan gas rumah kaca, memproduksi polusi, dan merusak lingkungan. Semua itu merupakan gambaran dari keserakahan dan kerakusan manusia.
Keempat, hubungan Muslim dengan kehidupan, yang harus dimaknai sebagai cobaan.
Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Apa yang Dia takdirkan kepada kita pasti memiliki motif dan tujuan yang baik. Kita harus menerima dengan tulus, walaupun sering kali kita tidak dapat memahaminya atau bahkan menganggapnya sebagai nestapa dan kesengsaraan. Seorang Muslim harus menerima itu semua dengan lapang dada dan prasangka baik, karena ilmu manusia terbatas dan pikirannya bersifat individual, sementara ilmu Allah luas dan tidak terbatas; rencana dan takdir-Nya bersifat universal.
Kelima, hubungan Muslim dengan kehidupan akhirat, yang berupa pertanggungjawaban.
Dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir (as a final goal) dari kehidupan, sejatinya kita layak menjadi umat yang progresif dan lebih maju dari bangsa lain. Sebab, keyakinan akan pahala atas kebajikan yang kita lakukan mendorong kita untuk terus berusaha, berkarya nyata, dan membangun peradaban tanpa batas ruang dan waktu.