Professor dari Maroko Beri Kuliah Umum di FDI, Sampaikan Materi tentang Ijtihad Maqashidi di Era Modern
Professor dari Maroko Beri Kuliah Umum di FDI, Sampaikan Materi tentang Ijtihad Maqashidi di Era Modern

Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) kembali menyelenggarakan kegiatan studium general dengan menghadirkan Prof. Dr. Abdelghani Yahyaoui, profesor di bidang Fiqih dan Ushul Fiqh dari Universitas Abdelmalek Essaâdi, Tetouan, Maroko, pada Senin (10/10/2025). Kegiatan berlangsung di Aula Fakultas Dirasat Islamiyah, dimulai pukul 09.30-12.00 WIB dan dihadiri oleh jajaran pimpinan fakultas, para dosen, mahasiswa, serta perwakilan dari Kedutaan Besar Kerajaan Maroko untuk Indonesia.

Dalam sambutannya, Dekan FDI Dr. Yuli Yasin, Lc., M.A. menyampaikan apresiasi atas kehadiran Prof. Abdul Ghani Yahyawi dan perwakilan Kedutaan Besar Maroko, serta menegaskan pentingnya kegiatan akademik internasional seperti ini dalam memperkuat jejaring keilmuan global dan memperluas wawasan mahasiswa dalam studi Islam kontemporer. Dekan berharap kerja sama ini dapat terus berlanjut dan berkembang hingga pada pelaksanaan berbagai program, seperti internship yang saat ini telah dilakukan bersama Kedutaan Besar Mesir dan Yordania.

Pada kuliah umum bertajuk Al- Ijtihad Al-Maqashidiy wa Qadhaya Al-Ashr: Ma’alim wa Dhawabith (Ijtihad Maqashidi dalam Isu-Isu Kontemporer: Landasan dan Prinsip), Prof. Dr. Abdelghani Yahyaoui menekankan pentingnya setiap tindakan seorang mukmin harus berlandaskan ilmu dan panduan syariat, bukan sekadar dorongan hawa nafsu atau kebiasaan semata. Beliau juga memaparkan pentingnya pendekatan maqashidi dalam merespons kompleksitas persoalan keagamaan dan sosial di era modern.

Lebih lannjut, Prof. Yahyawi menegaskan bahwa ijtihad maqāṣidī merupakan tahapan terpenting dari proses istinbāṭ hukum yang tidak berhenti pada teks semata, tetapi menembus ke tujuan-tujuan syariah (maqāṣid al-syarī‘ah) seperti keadilan, kemaslahatan, dan kemanusiaan. Menurutnya, keberhasilan umat Islam menjawab tantangan zaman sangat bergantung pada kemampuan ulama dan cendekiawan untuk melakukan ijtihad yang berorientasi pada maqashid, bukan sekadar pada lafaz atau bentuk hukum literal. Beliau juga menyinggung tokoh-tokoh utama dalam pengembangan teori maqashid, seperti al-Juwaini, al-Ghazali, al-Syatibi, Ibn ‘Ashur, dan Bin Bayyah dan lainnya yang telah merumuskan prinsip-prinsip universal syariah dan mengaitkannya dengan realitas sosial. Dari mereka, lahir pemahaman bahwa maqashid tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga kontekstual dan dinamis.

Kemudian materi lainya mengenai maqashid syari’ah yang tercermin dalam teori al-dharūriyaat al-khams yang pertama kali dikemukakan secara sistematis oleh Imam Al-Ghazali dalam karyanya Al-Mushtashfaa, ialah hifzh al-din (memelihara agama), hifzh al-nafs (memelihara jiwa), hifzh al-nasl (memelihara keturunan), hifzh al-‘irdh (memelihara harga diri), dan hifzh al-maal (memelihara harta/aset). Ijtihad ulama adalah jalan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut di zaman yang terus berkembang, sebab tanpa ijtihad, tentunya tuntutan zaman menjadi seolah-olah tidak dapat dijawab oleh syariat, karena nash-nash syariat terbatas sedangkan perkembangan peradaban terus berevolusi menjadi lebih kompleks dari sebelumnya. Sehingga perlu adanya interpretasi nash-nash syariat yang lebih luas tanpa mengabaikan kaidah-kaidah fiqih, agar fatwa yang terbit tetap mampu menyinari umat manusia dengan kemaslahatan dan kedamaian.

Topik ini memantik para peserta untuk menggali lebih dalam kekayaan syariat Islam, terlihat dari antusiasme mahasiswa melalui sesi tanya-jawab. Beliau menyatakan rasa senang dan syukur atas antusiasme para peserta terkait topik yang dibawakan, dan sambutan hangat civitas academica Fakultas Dirasat Islamiyah di kesempatan studium general tersebut.