Silaturahmi Internasional FDI Lintas Benua
Silaturahmi Internasional FDI Lintas Benua
DEMA Fakultas Dirasat Islamiyah mengadakan terobosan segar berupa acara yang melibatkan Universitas Al-Azhar, Mesir. Berkolaborasi dengan Sema FDI Mesir, acara Webinar dan Silaturahmi Internasional FDI atau disingkat WASILAH sukses digelar pada Kamis, 5 Nopember 2020. Dengan bertajuk tema “FDI Beda Negara, Apa sih Bedanya?”, acara ini cukup menarik minat mahasiswa FDI pada umumnya. Konsep diskusi yang interaktif berlangsung melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan pula di kanal Youtube DEMA FDI. Acara diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dipimpin oleh moderator Novan Hidayat yang merupakan Ketua Demisioner IKPM Mesir. Selanjutnya, Nur Muhammad Rifqi, Ketua Penyelenggara WASILAH menuturkan sekilas tentang pentingnya bersilaturahmi, “Begitu besar pengaruh menjalin silaturahmi di 2 universitas yang berbeda dan saling bekerjasama, silaturahmi terbukti sebab keharmonisan serta keakraban suatu hubungan tukar sapa menjadi satu dari seribu tujuan jalan untuk silaturahmi yang di terapkan oleh baginda Nabi besar Muhammad shollahu’alaihi wasallam, oleh karna itu muncul gagasan webinar seputar Dirasat islamiyah di dua universitas yang berbeda, saling bekerjasama, saling menjaga, dan saling mengikat tali persaudaraan begitupun sudah tertera didalam Al-Quran”. Selanjutnya, diskusi diisi oleh dua pemateri dari dua kampus yang berbeda, diantaranya Zulhilmi Amrullah, Ketua DEMA FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Isa Amri, Ketua SEMA FDI Universitas Al-Azhar Mesir. Pokok bahasan materi yang disampaikan dalam diskusi, meliputi sejarah singkat fakultas di kampusnya masing-masing, sistem kuliah, mata kuliah, penjurusan, organisasi kemahasiswaan serta pengenalan alumni berprestasi. Zulhilmi diberi kesempatan mendeskripsikan FDI UIN Jakarta terlebih dahulu. Menurut Zulhilmi, “Sekilas jelas hampir sama FDI Jakarta dengan FDI Al-Azhar Mesir. Sebenarnya FDI di Indonesia sepadan atau hampir persis sama dengan FDI Mesir. Awal mula berdiri FDI UIN Jakarta pada tahun 1999 terjalin dari akademik atau bidang kependidikan. Dulu yang menandatangani langsung dari Prof. Azyumardi Azra dan yang dari Mesir Syeikh Umar Hasyim, kerjasama antara keduanya ingin menciptakan ruang lingkup Dirasat Islamiyah yang ada di Mesir dari segi kurikulumnya, dan juga kitabnya pun hampir sama dengan kitab muqoror di Al-Azhar Mesir, dulu pada Tahun 1999 namanya bukan FDI tetapi program Al-Azhar dan munculah Fakultas Dirasat Islamiyah pada Tahun 2002, yang mana sekarang sudah mencetak kader-kader para tokoh agama.” Dalam sistem kuliah, Zulhilmi mengungkapkan bahwa FDI UIN Jakarta memiliki 150 sks yang di dalamnya ada 74 mata kuliah yang harus di selesaikan. FDI UIN Jakarta mempelajari hampir semua disiplin ilmu agama Islam, seperti Mantiq, Ilmu Aswat, Fiqih bahkan Ilmu Sains Al-Quran dsb. Namun ketika sudah sampai semester 7, disanalah adanya peminatan yang terfokus pada tiga subjek, yaitu Syariah, Adab wa Lughoh dan Ushuluddin. Saat lulus gelar yang akan didapat ialah Sarjana Studi Islam disingkat S.S.I. Alumni yang tersebut oleh Zulhilmi, diantaranya Ust. Adi Hidayat dan Ust. Khairul Mustaghfirin. Dari kasus Ust Khairul, alumni FDI UIN Jakarta diberi spesialisasi kuliah S2 di Universitas Al-Azhar tanpa harus kuliah S1 di Al-Azhar. Di akhir Zulhlmi menyelipkan sebuah pesan khusus untuk mahasiswa agar tidak menyesal masuk FDI. “Kunci kesuksesan itu bersyukur, banyak banget orang kaya, tetapi dirinya merasa kurang. Akan tetapi banyak banget orang yang hidupnya sederhana mereka menikmati kehidupan”. Dalam closing statement-nya pula, Zulhilmi memotivasi mahasiswa FDI untuk berjuang sukses dan bersungguh-sungguh, “Start dan finish itu akan tetap ada yang membedakan sampai ke garis finish kemauan temen-temen. Temen-temen mau cari cara berjalan, berjalan santai atau jogging atau berlari?”. Deskripsi selanjutnya mengenai FDI Mesir yang dijelaskan oleh Isa Amri, Ketua SEMA FDI Mesir yang juga mahasiswa berprestasi Dirasat Islamiyah Al-Azhar Mesir tingkat tiga. Menurut Isa, FDI yang berada di Al-Azhar, hadir dengan kurikulum yang sama dengan FDI Indonesia. Bahkan dalam sejarahnya lahir lebih dulu sebelum FDI UIN Jakarta. Sejarah Dirasat Islamiyah di Kairo, sebelum adanya universitas, dahulu kala Al-Azhar merupakan sebuah jami’ atau masjid yang didirikan pada Tahun 970 M. Para imam dahulu seperti Imam Ibn Hajar Al Atsqolani, Imam Suyuthi, masyaikh dan para ulama besar mengambil ilmu dan belajar di tiang-tiang masjid. Belajar Nahwu-Shorof, Tauhid, Hadits, Usul Fiqh dan semua disiplin ilmu. Pada tahun 1930 Muhammad Mustafa Al-Maraghi, Grand Syaikh Azhar, mereformasi Al-Azhar. Semakin berkembangnya jaman, semakin banyak modernisasi dalam konsep pembelajaran sehingga berubah menjadi universitas. Dan pada Tahun 1950 barulah muncul Fakultas Ushuluddin, Lughoh Arabiyah, dan Syariah Islamiyah. 10 tahun kemudian, muncul fakultas umum, seperti kedokteran, pertanian, dsb. 35 tahun setelah reformasi Al-Azhar yakni Tahun 1965, berdirilah al-qismu ‘ali lid dirasatil islamiyah wal arabiyah yang merupakan cikal bakal FDI. Satu lembaga baru dengan kurikulum lama yang didirikan atas dasar kerinduan terhadap metode dan konsep pembelajaran masjid Al-Azhar yang mengampu semua disiplin ilmu. Setelah itu, atas mandat dari depertemen wakaf dan keazharan Mesir, para tokoh mendirikan Departemen Tinggi Studi Islam dan Bahasa Arab. Lalu, sekitar Tahun 1971 lembaga tersebut diupgrading menjadi lembaga independen atau mahad mustaqil lid dirasatil islamiyah. Pada 1976 atas mandat Presiden Anwar Saddad, berubahlah lembaga independen ini menjadi Kulliyah Dirasat Islamiyah Wal ’Arobiyah lil Banin bil Qohiroh. Penjelasan selanjutnya, Isa menyebut, “Semua kitab yang kita pelajari adalah karangan Dosen/Doktor pengajar di setiap mata kuliah tapi tetap referensi terhadap ulama terdahulu, seperti kitab mantiq kitab-kitab ini mengacu pada ulama terdahulu.” Setelah semua materi dalam diskusi tersampaikan, muncul pertanyaan dari peserta tentang alasan kenapa FDI sulit. Lalu di akhir acara, Isa Amri menjawab dengan closing statement-nya, “Masalah sulit atau engga, menurut saya relatif, hanya sebuah persepsi. Dirasat itu ga sulit, yang penting belajar dan ngikutin apa yang menjadi keharusan mahasiswa.” (Tim Junalis FDI: Renada Zulfah A dan Nyimas Zulfa).